Bagian II Sejarah Editing Film : Montage Rusia – Dziga Vertov (Experiment of Reality)


Sebenarnya sebelum munculnya Eisenstein dan Pudovkin di kancah pembuatan film, Dziga Vertov telah memulainya terutama karena awalnya adalah seorang jurnalis. Setelah perang saudara di Russia dan Lenin mengumumkan slogannya bahwa sinema adalah seni yang terpenting, maka Vertov mengambil bagian dengan turut andil mendirikan lembaga yang diberi nama KINOKS (Keranjingan Sinema).

Vertov sendiri selama perang saudara telah banyak mengabadikan banyak peristiwa melalui kamera filmnya dan hasilnya adalah dokumentasi yang luar biasa banyaknya tentang perang saudara tersebut. Apa yang dilakukan Vertov ini sekarang dikenal dengan istilah newsreel atau masyarakat awam lebih mengenalnya dengan film dokumentasi. Bahkan pada tahun 1922 dia sempat membuat kumpulan dokumentasi tentang perang saudara di Russia.

Bersama Kinoks-nya, Vertov membuat sebuah jurnal film yang diberi nama Kino Pravda (Mata Kebenaran). Istilah ini juga akhirnya menjadi slogannya yang sangat terkenal. Sebenarnya apa yang menjadi tujuannya adalah bahwa film seharusnya bisa menjadi sebuah sarana untuk mengungkapkan kebenaran tanpa harus direkayasa. Inilah yang dianggapnya sebagai realisme dan oleh karena itu, seharusnya film menolak kehadiran skenario, aktor, dekor, pencahayaan buatan, kostum, make-up dan studio. Vertov merasa bahwa seharusnya manusia itu ditempatkan dalam lingkungan sosial dan kehidupannya, maka akan terkuaklah kebenaran dengan sempurna. Sehingga seluruh aspek penyutradaraan sudah seharusnya tunduk pada kamera, sebab mata kamera dianggapnya lebih obyektif dibandingkan mata manusia dan itu menjadi satu-satunya jaminan ‘kebenaran’ dan konsep yang ditawarkannya ini disebut dengan Kino-Glaz (Camera-Eye / Mata Kamera).

Namun perlu diketahui bahwa Vertov tidak menolak montage, sebab dia setuju bahwa di situlah titik seni dari film itu. Dari bahan-bahan dokumentasi tersebut kepribadian si pembuat justru akan muncul dalam film saat dia melakukan pemilihan (seleksi), mengatur penempatannya serta menciptakan irama yang baik dan tentu saja semua itu tunduk pada hukum-hukum ilmiah dan matematik. Selain itu Vertov dengan jujur dan penuh kesadaran memanipulasi gambar-gambar dengan menggunakan superimpose dan mencampurkannya dengan gambar realita, sehingga terjadi dualitas proses pembuatan film pada “The Man With A Movie Camera”.



Juga harus diakuinya bahwa perpindahan kamera tidak semudah perpindahan mata manusia, artinya konsep kino-glaz sangat dibatasi oleh kemampuan teknis kamera, sehingga orang-orang yang sadar akan kehadiran kamera justru akan sulit tertangkap aspek sentimen, emosi atau dengan kata lain, realitasnya. Pada beberapa kesempatan Vertov banyak menggunakan lensa-lensa panjang (telephoto) ataupun membuat sebuah kereta yang tertutup yang mampu memuat kamera di dalamnya untuk menghindari subyeknya sadar akan kehadiran kamera.




 





READMORE
 

Bagian II Sejarah Editing Film : Luis Bunnuel (Visual Discontinuity)

Ekspresionisme, surrealisme dan psikoanalisa merupakan teori yang berkembang dan mempengaruhi para seniman di era 1920-an. Salvador Dali dan Luis Bunuel awalnya menggunakan film sebagai pengganti kanvasnya, namun mereka melihat keberbedaan media ini dan mencoba membuat unsur penceritaannya. Seperti Dziga Vertov, mereka juga melawan pola penceritaan klasik ala Griffith dalam filmnya. Juga bereaksi seperti Eisenstein, Bunuel menggunakan dialektika serta kontrapung pada penyambungan shot-shotnya. Selain itu dia Bunuel mencoba menghancurkan pemaknaan dalam film dan sering menyelingi filmnya dengan adegan-adegan yang mengejutkan. Dalam film Un Chien Andalou, saat adegan di malam hari, tokoh diteras sedang melihat awan yang melintasi bulan purnama, disambung dengan mata seorang perempuan yang disayat pisau cukur. Juga ketika tokoh lelaki ingin mendekati tokoh perempuan, tiba-tiba saja di pundaknya terikat kuat tali yang terikat kuat pada piano yang di atasnya terdapat dua keledai mati.

Yang terpenting dalam filmnya adalah menyuguhkan puncak-puncak ketidaksingkronan visual. Tentu saja pola editing klasik seperti Griffith telah dikubunya dalam-dalam sebab yang jelas digunakannya adalah aspek visual yang tidak memiliki kesatuan (disassociation visual). Konsekuensinya, metode ini memperluas pilihan pembuat film dengan cara menciptakan pengertiannya sendiri, mengganggu, merampas makna, juga mengubur pengetahuan dari penontonnya.

Bunuel juga menawarkan alternatif pengembangan penceritaan, yaitu :
Penggantian karakter dengan karakter lain
Menawarkan plot non-linear
Mengaburkan tujuan (goal) dari tokohnya

Hal ini membuat penontonnya frustasi, namun mereka setidak mereka bisa mendapatkan pengalaman yang berbeda dari sebelumnya.
 
READMORE
 

Sejarah Editing Film Part2



Sejarah Editing
Pada saat lumiere mulai membuat film, editing belum menjadi bagian dari proses pembuatan film. Karena pada saat itu film-film lumiere hanya terdiri dari satu buah shot (single shot) dengan panjang durasi yang sama dengan kejadian sesungguhnya (real time). Tidak ada manipulasi waktu.
Melies adalah orang pertama yang membuat film dengan melalui proses editing. Editing yang dilakukannya masih sangat sederhana. Film pertamanya yang menggambarkan perjalanan orang ke bulan (a trip to the moon) hanya menggunakan editing untuk kesinambungan bercerita (cutting to continuity). Melies melakukan editing untuk menyambung tiap2 adegan yang hanya terdiri dari satu shot untuk tiap adegannya (sequence shot).
Le Voyage Dans la Lune – A Trip to the Moon (1902)
Dari sini bisa kita simpulkan bahwa editing terjadi apabila terjadi proses pemotongan dari banyak shot.
Seiring dengan perkembangan jaman, editing juga mengalami perubahan. Sebuah film tidak lagi terdiri dari satu shot untuk tiap adegannya. Kita juga kemudian mengenal adanya tipe shot. Sehingga editing memegang peranan yang cukup penting dalam pembuatan dalam sebuah film.
Dengan adanya editing, kita akhirnya mengenal adanya film time, waktu yang terjadi dalam film. Editing dapat melakukan manipulasi waktu dalam film. Sehingga waktu yang diciptakan bisa menjadi lebih singkat, atau malah sebaliknya menjadi lebih lambat. Sebagai contoh, sebuah kejadian 10 tahun bisa diceritakan hanya dalam waktu 10 menit. Begitu juga waktu yang hanya 10 menit, bisa diceritakan menjadi 1 jam.
Meskipun tahapan editing dikerjakan oleh editor dan dilakukan setelah proses pengambilan gambar, pemikiran editing (editorial thinking) sudah harus dilakukan oleh semua tim kreatif jauh sebelum pengambilan gambar dimulai. Sehingga ketika semuanya sudah masuk ke meja editing menjadi materi yang siap untuk diedit.

Pengertian Editing
Editing adalah proses penyambungan gambar dari banyak shot tunggal sehingga menjadi kesatuan cerita yang utuh.
Editor menyusun shot-shot tersebut sehingga menjadi sebuah scene, kemudian dari penyusunan scene-scene tersebut akan tercipta sequence sehingga pada akhirnya akan tercipta sebuah film yang utuh. Ibarat menulis sebuah cerita, sebuah shot bisa dikatakan sebuah kata, scene adalah kalimat, sequence adalah paragraph. Sebuah cerita akan utuh bilah terdapat semua unsur tersebut, begitu juga dengan film.
Seorang editor harus tahu bagaimana bertutur cerita yang baik. Dia bertanggung jawab dalam pengerjaan akhir sebuah film. Tanpa proses editing yang baik, sebuah produksi yang telah mengorbankan uang dan tenaga menjadi sia-sia. Memang benar, seorang editor hanya bisa menghasilkan film yang baik, sebaik materi yang dia terima. Hanya saja, seorang editor yang baik dan kreatif mampu menutupi semua kekurangan yang dialami ketika proses pengambilan gambar. Sehingga penonton tidak pernah tahu dimana letak ketidaksempurnaan itu.


Seorang editor dituntut untuk membuat keputusan setiap saat. Dia menentukan shot mana yang akan dipakai, berapa lama shot itu akan dipakai, kapan sebuah shot harus dipotong, bagaimana urutan shot yang disusun, dan sebagainya. Sebuah awal adegan bisa saja dimulai dengan Establish Shot sebuah tempat kejadian, tapi bisa juga dimulai dengan Close Up aktor. Sebuah materi yang sama bisa menghasilkan banyak kemungkinan. Apalagi dikerjakan oleh editor yang berbeda. Jangan ragu untuk bereksperimen dalam menyusun shot-shot tersebut.
Untuk membantu menentukan keputusan-keputusan tersebut, ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Antara lain:
a. fungsional, menentukan sebuah shot berdasarkan fungsinya.
Sebuah shot lebar (Wide Shot) mempunyai fungsi yang berbeda dengan shot padat (Close Shot). Untuk menekankan sesuatu biasanya digunakan shot padat.
b. proposional, menempatkan sebuah shot sesuai dengan proporsinya.
Panjang pendek sebuah shot haruslah proposional. Begitu juga dengan penentuan titik potong (cutting point) dari sebuah shot. Penempatan shot yang terlalu panjang akan membuat penonton menjadi bosan, meskipun shot itu sangatlah baik. Begitu juga dengan penempatan shot yang terlalu pendek akan membuat penonton tidak menangkap pesan yang ingin disampaikan.
c. struktural, menentukan struktur susunan shot yang dibuat.
Struktur editing tidaklah harus berurutan dari a sampai z. Bisa saja strukturnya dimulai dari b-c-a-g-d dan seterusnya. Ini juga dikenal sebagai juxtaposition.
Pertimbangan ketiga hal diatas agar tujuan dari pesan yang ingin kita sampaikan bisa tercapai dengan baik.

TIPS
Posisikan diri kita sebagai penonton setelah kita selesai mengedit sebagian atau seluruh film kita. Tanyakan pada diri kita apakah pesan yang ingin disampaikan bisa diterima atau tidak. Mintalah bantua orang lain untuk menonton hasil kita untuk membantu mengurangi penilaian kita yang terlalu subyektif. Tanyakan juga kepada mereka apakah pesan yang mereka terima, apakah sudah sama dengan pesan yang ingin kita sampaikan

Editing berdasarkan media rekamnya
1. editing dengan media seluloid
editing dengan media seluloid secara fisik memotong dan menyambung pita seloluid. Biasanya menggunakan alat editing dengan merk STEINBECK dan MOVIOLA.
2. edting dengan media video
editing dengan melakukan proses copy dari satu pita video ke pita video yang lain. Menggunakan minimal dua alat yang berfungsi sebagai pemutar dan perekam (VTR, Video Tape Recorder). Editing seperti ini juga dikenal sebagai editing Deck to Deck atau Tape to Tape.
Karena menggunakan alat analog, kemungkinan terjadinya penurunan kualitas sangatlah besar. Selain itu, kemungkinan pita tergores (scratch) juga besar dikarenakan terlalu seringnya pita kita diputar.



Saat ini hampir semua proses editing dilakukan dengan menggunakan komputer. Semua materi terlebih dahulu ditransfer (capture/digitize) ke dalam komputer, baru kemudian dilakukan proses editing. Untuk ini diperlukan seperangkat komputer multimedia dengan video capture card (firewire card apabila menggunakan video digital) dan software editing. Saat ini banyak sekali software editing yang beredar di pasaran. Yang paling sering digunakan dalam dunia profesional untuk Digital Video (DV) adalah AVID XpressPro®, Adobe Premiere Pro® dan Final Cut Pro®.

Dalam pengerjaannya, editing dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Linear Editing
Editing dengan menyusun gambar satu per satu secara berurutan dari awal hingga akhir (seperti membentuk sebuah garis lurus tanpa putus). Sehingga seandainya terjadi kesalahan dalam menyusun gambar, kita harus mengulang kembali proses editing yang telah kita lakukan.
Editing dengan proses seperti ini biasanya dilakukan dengan media video.



2. Non-Linear Editing (NLE)
Editing dengan menyusun gambar secara acak (tidak berurutan). Dengan editng seperti ini, kita tidak lagi harus memulai editing dari awal dan berurutan hingga akhir. Kita bisa saja memulainya dari tengah, akhir, atau darimana pun. Tergantung dari materi mana yang telah siap terlebih dahulu. Dengan editing ini juga, memungkinkan kita untuk merubah susunan dan panjang gambar yang telah kita buat sebelumnya.
Editing dengan proses seperti ini hanya mungkin dilakukan pada media seluloid dan tekhnologi digital (komputer). Karena editing dengan media film sudah sangat jarang digunakan dan pemakaian komputer untuk editing semakin sering kita temui, maka Non Linear Editing identik dengan Digital Video Editing.
Editing yang akan kita gunakan adalah Non-Linear Editing

Editing Dokumenter
Secara Garis Besar, jenis film terbagi menjadi 2, yaitu fiksi (cerita) dan non-fiksi (dokumenter). Dalam pengerjaannya, khususnya di bidang editing, tiap-tiap film membutuhkan penanganan khusus. Sebuah film cerita lebih menekankan pada pengembangan plot cerita, sedang dokumenter lebih menekankan pada pemaparan sebuah tema.
Produksi film cerita biasanya jauh lebih bisa dikontrol daripada dokumenter. Skenario yang telah dibuat kemudian dipecah menjadi gambar-gambar yang siap di rekam (director shot/shot list). Kemudian semua kru mempersiapkan adegan yang akan direkam. Penataan kamera, lampu, warna, pemain dan sebagainya disiapkan untuk menerjemahkan skenario yang ada menjadi gambar (footage) yang siap diedit. Setelah itu editor bertugas menggabung potongan-potongan shot tersebut menjadi satu kesatuan cerita yang utuh sesuai dengan skenario yang telah dibuat.
Dokumenter secara umum bekerja dengan cara yang berlawanan. Tidak ada pemain disini, hanya subyek yang diikuti oleh pembuat film. Orang-orang sungguhan yang berada dalam suasana sungguhan, melakukan hal-hal yang biasa mereka lakukan. Penempatan kamera dan lampu hendaknya bukan menjadi hal yang menonjol. Peristiwa yang terjadi di depan kita tidak memungkinkan untuk kita melakukan itu. Peran sutradara menjadi tidak besar. Film dokumenter dibentuk di dalam editing. Ini menjadikan editor memiliki fungsi yang sangat penting dalam menyelesaikan pembuatan film dokumenter. Fungsi ini memberi kebebasan lebih bagi seorang editor dokumenter. Hanya saja yang perlu diingat adalah, dengan kebebasan juga tertadapat tanggung jawab yang besar.

Tahapan Editing
Film Fiksi
Keterangan:
• Logging: Mencatat dan memilih gambar yang akan kita pilih berdasarkan timecode yang ada dalam masing-masing kaset.
• NG Cutting: Memisahkan shot-shot yang tidak baik (NG/Not Good)
• Capture / Digitize: Proses memindahkan gambar dari kaset ke komputer
• Assembly: Menyusun gambar sesuai dengan skenario
• Rough Cut: Hasil edit sementara. Sangat dimungkinkan terjadinya perubahan.
• Fine Cut: Hasil edit akhir. Setelah mencapai tahapan ini, susunan gambar sudah tidak bisa lagi berubah.
• Visual Graphic: Penambahan unsur-unsur graphic dalam film. Seperti teks, animasi, color grading, dsb.
• Sound Editing/Mixing: Proses editing dan penggabungan suara. Suara meliputi Dialog, Musik dan Efek Suara
• Married Print: Proses penggabungan suara dan gambar yang tadinya terpisah menjadi satu kesatuan.
• Master Edit: Hasil akhir film.

Film Dokumenter
Tidak seperti film fiksi yang memiliki skenario, seperti yang disebut diatas, film dokumenter baru bisa dibentuk di editing. Untuk itu seorang editor bersama sutradara dan penulis skenario diharuskan menonton semua hasil shooting. Setelah itu kita bisa memulai editing di atas kertas, menentukan bentuk yang kita inginkan. Sementara kita melakukan ini, proses capture / digitize bisa dilakukan.

Istilah Tekhnis Editing
Metode Editing
Terbagi menjadi 2, yaitu CUT dan TRANSISI
• Cut
Proses pemotongan gambar secara langsung tanpa adanya manipulasi gambar
• Transisi
Proses pemotongan gambar dengan menggunakan transisi perpindahan gambar

Optical Effect secara garis besar terbagi menjadi 3, al:
1. wipe, perpindahan gambar dengan menggeser gambar lainnya.
Wipe meliputi banyak transisi, antara lain wipe, slide, dll.
2. fade, gambar secara perlahan muncul atau menghilang.
Fade meliputi fade in, fade out dan dissolve
3. super impose, dua gambar atau lebih yang muncul menumpuk dalam satu frame.
Dengan adanya tekhnologi komputer, transisi tidak lagi didasari oleh perpindahan gambar. Kita bisa menggunakan transisi berdasar elemen/bagian dari gambar, baru kemudian disambung dengan bagian lain dari gambar tersebut sampai gambar tersebut menjadi utuh.

TIPS
Pergunakan transisi sesuai dengan tujuan yang ingin kita capai. Penggunaan transisi secara berlebihan dan tidak tepat akan memberi kesan yang tidak baik bagi film kita.

Cut terbagi menjadi 2, al:
1. Match Cut, penggabungan 2 shot yang saling berkesinambungan
2. Cut Away, Penggabungan 2 shot yang sama sekali berbeda

Dalam film fiksi, match cut secara mutlak wajib dilakukan. Match cut memungkinkan sebuah film yang terdiri dari banyak shot yang terpotong-potong, seolah-olah bagaikan rangkaian gambar yang mengalir tanpa terasa adanya potongan.
Hal-hal yang harus diperhatikan agar terciptanya match cut:
1. matching the look
menyamakan arah pandang tiap2 subyek pada tiap2 gambar yang disambung.
2. matching the position
menyamakan letak/posisi obyek pada tiap2 gambar yang disambung.
3. matching the movement
menyamakan arah gerak subyek pada tiap2 gambar yang disambung.
Apabila kita mengabaikan ketiga hal diatas, maka akan terasa ada loncatan (jumping) dalam penggabungan gambar yang kita lakukan. Dengan memperhatikan match cut, maka akan tercipta adanya Continuity Editing.

Dalam film dokumenter, karena penanganannya berbeda dengan film fiksi seperti yang sudah di atas, continuity editing tidaklah mutlak dilakukan. Fungsi editing dalam dokumenter lebih mengarah ke cutting to continuity, editing dilakukan untuk kesinambungan bercerita, bukan kesinambungan antar shot.
(dari berbagai sumber)
READMORE
 

Sejarah Editing Film Part1


Masa Awal Editing, Edwin S. Porter

Pada awal film pertama kali dibuat tidak mengenal editing, di masa ini film berdurasi pendek sekitar satu menit. Namun ketika film sudah berdurasi panjang sekalipun, seperti Méliès yang sudah berdurasi 14 menit belum ada editing di dalamnya. Film baru merupakan satu shot saja, pada saat itu kamera merekam adegan tanpa ada interupsi pemotongan shot sama sekali. Editing atau penyuntingan gambar pertama kali dilakukan pada film A Trip to the Moon, percobaan ini dilakukan oleh Edwin S. Porter. Porter melakukan apa yang dinamakan sebagai visual continuity, sebuah gagasan luar biasa yang hingga saat ini masih dianut oleh para penyunting gambar. Dalam filmnya The Life of American Fireman, Porter membuat 20 rangkaian shot menjadi satu rangkaian cerita. Film ini sangat sederhana, seorang pemadam kebakaran membantu menyelamatkan seorang ibu dan anak yang terjebak di dalam sebuah gedung yang terbakar. Dengan durasi 6 menit, Porter memperlihatkan adegan menjadi sebuah rangkaian dramatis penyelamatan ke dua orang itu. Porter melakukan intercut adegan penyelamatan di dalam ruangan atau interior dengan gambar lain sebuah kebakaran eksterior gedung. Penggabungan antara interior dengan eksterior tersebut membuat satu rangkaian yang dinamis. Penonton akan mengira bahwa ibu dan anak tersebut bener-benar terjebak dalam gedung yang terbakar, padahal eksterior gedung yang terbakar sebetulnya tidak ada ibu dan anak tadi. Inilah yang dinamakan juxtaposition atau juksta posisi, yakni penempatan atau posisi shot. Dengan jukstaposisi memungkinkan akan melahirkan nilai dramatis baru dibandingkan dengan shot yang berdiri sendiri. Percobaan Porter tidak berhenti di situ, dalam film naratif The Great Train Roberry, Porter melakukan eksplorasi lagi. Porter, memiliki andil cukup besar dalam perkembangan konsep editing narrative continuity.

D.W. Griffith

Griffith, dialah mbahnya editing film pada masa modern ini dan karenanya semua editor film pasti mengenalnya. Pengaruh Griffith tidak hanya pada perkembangan editing di Amerika (baca: Hollywood) bahkan sampai pada Rusia. Kontribusi Griffith adalah editing kontruksi dramatis, pengaruh variasi shot (extreme long shot, close up, cut away, tracking shot), pararel cutting, serta langkah variasi. Percobaan yang dilakukan Griffith ini jauh lebih dahsyat dibandingkan Porter, jika sebelumnya Porter telah menciptakan film secara naratif maka Griffith benar-benar menyadari betul bagaimana juksta posisi memiliki peran yang sangat penting. Maka tidak heran jika Griffith lebih populer ketimbang Porter. Dalam filmnya The Greaser’s Gauntlet, Griffith melakukan penyambungan gambar dengan tipe shot yang berbeda dan penyambungan tersebut benar-benar match dan ini menjadi titik tolak teori editing populer yakni match-cutting. Berikutnya Griffith melakukan eksperimen lainnya di film Enoch Arden, shot pertama dia gunakan long shot, kemudian medium shot dan terakhir close up. Hal ini dia lakukan dengan alasan mengajak penonton secara emosional melihat secara gradual perubahan komposisi gambar. Pada film ini juga Griffith mencoba melakukan penyambungan cutaway untuk menciptakan nilai dramatis yang baru. Dia juga melakukan pararel cutting dengan scene atau adegan lainnya. Eksperimen pararel cutting ini dia lanjutkan pada film The Lonely Villa. Dia mencoba mengkontruksi sebuah scene dengan menyambung beberapa gambar dengan durasi-durasi yang lebih pendek yang menjadikan scene tersebut menjadi lebih dramatis. Kontribusi konsepsi editing ini banyak diikuti para film maker dan editor hingga saat ini, terutama setelah dia berhasil secara dalam feature panjangnya The Birth of Nation, sebuah film epic perang. Inilah mahakarya Griffith dimana semua gagasan konsepsi editing tercurahkan di sini. Perkembanganpun terus berlanjut, pengaruh Griffith hamper sampai ke seluruh pelosok dunia, salah seorang yang melanjutkan konsep Griffith adalah Pudkovin asal Russia.

Vsevolod I. Pudkovin

Pengaruh Griffith sampai juga pada filmmaker Rusia, akan tetapi ada inovasi lain yang dilakukan oleh Pudkovin. Dia mencoba cara lain dari intuisi classical cuttingnya Griffith, dalam bukunya Pudkovin menulis :


The film director [as compared to the theater director], on the other hand, has as his material, the finished, recorded celluloid. This material from which his final work is composed consists not of living men or real landscapes, not of real, actual stage-sets, but only of their images, recorded on separate strips that can be shortened, altered, and assembled according to his will. The elements of reality are fixed on these pieces; by combining them in his selected sequence, shortening and lengthening them according to his desire, the director builds up his own “filmic” time and “filmic” space. He does not adapt reality, but uses it for the creation of a new reality, and the most characteristic and important aspect of this process is that, in it, laws of space and time invariable and inescapable in work with actualitybecome tractable and obedient. The film assembles from them a new reality proper only to itself.


Waktu dalam film dan ruang dalam film, menjadi cukup populer hingga kini. Saat itu Pudkovin melakukan eksperimen bersama temannya Lev Kuleshov, dia mencoba shot yang sama untuk juksta posisi dengan shot lainnya, dan ternyata memberikan pengaruh lain pada audiens. Pada eksperimen ini dia menggunakan aktor Ivan Mosjukin, shot sang aktor dengan ekspresi yang sama dicoba disambungkan dengan 3 shot berbeda yakni dengan : semangkuk soup di atas meja, sebuah shot seorang mayat wanita dalam peti mati, dan gadis kecil yang sedang bermain dengan mainannya. Dengan eksperimen ini ternyata penonton memaknai berbeda pada ekspresi Ivan Mosjukin tadi, pertama dia terlihat seperti orang yang sedang sangat lapar karena berhadapan dengan makanan, kedua dia kelihatan seperti suami yang sedang bersedih, dan ke tiga seperti seorang ayah yang bahagia dengan anaknya.

Shot yang sama jika ditempatkan atau dijuktaposisi dengan shot yang berbeda ternyata menghasilkan “ekspresi yang berbeda” dihadapan penonton, dan ini penting sekali. Jadi, ketika editor melakukan penempatan satu shot dengan shot lainnya, dia harus memikirkan apa dampak yang akan dihasilkan ketika shot tersebut disambungkan.


Sergei Eisenstein

Eisenstein adalah orang kedua yang berpengaruh dalam perfilman di Rusia, dia merupakan sutradara besar. Dia sudah menjadi sutrdara di usia yang sangat muda saat itu. Latar belakang Eisentein adalah teater dan desain, dia mencoba menerjemahkan konsepnya Griffith dan Karl Marx. Percobaan pertama dia lakukan pada film Strike, Eisenstein menemukan lima komponen teori penting dalam editing yakni : metric montage, rhythmic montage, tonal montage, overtonal montage, dan intellectual montage. Eksposisi yang ditawarkan Eisenstein ini dipaparkan secara detail oleh Andrew Tudor dalam bukunya yang terkenal Theories on Film.

READMORE
 

Sejarah CorelDraw


Sejarah CorelDraw - Jika anda seorang design grafis, tentunya sudah paham betul tentang CorelDraw. Tapi sudah tahukah Anda Sejarah Awal Mula CorelDraw?. Untuk melengkapi pengetahuan anda tentang CorelDraw berikut ini awalmula.com berbagi informasi tentang sejarah dan perkembangan CorelDraw. Coreldraw merupakan software editor grafis berbasis vector, dikembangkan dan dipasarkan oleh Corel Corporation yang berbasis di Ottawa, Kanada. Yang kemudian menjadi nama paket editor grafis Corel. Versi terakhir, sampai artikel ini dibuat adalah Versi X5, diluncurkan pada pertengahan April 2010.


CorelDraw sejak awal dikembangkan untuk Windows dan saat ini dapat berjalan pada Windows 2000 dan versi selanjutnya. Versi untuk Mac OS dan Mac OS X ada awalnya juga tersedia, namun dihentikan karena minimnya penjualan. Versi Mac OS hanya berlanjut sampai versi 5.0. Versi terakhir untuk Linux terakhir dibuat tahun 2000. Corel pada Linux tidak berjalan langdsung di atas platform, namun harus menggunakan Wine, semacam crossover seperti yang digunakan untuk meng-install Photoshop pada Linux.


Pada 1985, Dr. Michael Cowpland mendirikan Corel untuk menjual sistem desktop-publishing berbasis Intel.


Pada 1987, Corel merekrut beberapa pengembang software (programmer) untuk membangun sebuah software grafis berbasis vektor untuk dijadikan satu dengan paket desktop-publishing Corel. Program itu, yang akhirnya diberi nama CorelDraw, pertama kali diluncurkan ada 1989. Programitu diterima luas oleh masyarakat dan pada akhirnya corel hanya focus pada pengambangan software.


CorelDraw dibuat utk Windows bersamaan dengan diluncurkanya Windows 3.1. dengan dimasukkannya TrueType ke dalam Windows 3.1 menjadikan Corel sebagai program ilustrasi yang mampu menggunakan fonts yang ada tanpa membutuhkan software tambahan seperti Adobe TypeWriter.


Beberapa inovasi untuk ilustrasi berbasis vektor pada CorelDraw : Note-edit tool, stroke before fill, mesh fill dan sebagainya.


CorelDraw memiliki perbedaan mencolok dibandingkan kompetitornya. Yang pertama bahwa CorelDraw adalah suatu paket software grafis, bukan hanya sebuah editor gambar berbasis vektor. Peralatan – peralatan yang ada memungkinkan penggunanya untuk mengatur kontras, keseimbangn warna bahkanmengubah dari mode RGB (Red Green Blue) menjadi CMYK (Cyan Magenta Yellow). Khusus untuk gambar bitmap dapat diubah dengan Corel PhotoPaint.


Pesaing utama CorelDraw adalah Adobe Illustrator dan Xara Extreme. Meskipun mereka semua juga program editor gambar berbasis vector, namun pengalaman pengunanya dapat menghasilkan perbedaan yang mencolok.
READMORE